Ada satu iklan es krim yang beberapa pekan lalu sempat tenar di dunia maya. Terlihat pada iklan tersebut, Indonesia pada masa masa kerajaan sudah menggunakan berbagai peralatan elektronik dalam kediaman mereka. Namun, apakah benar pada masa masa itu sudah ada infrastruktur listrik yang memadai untuk menyalakan peralatan peralatan tersebut ? Pada kenyataannya, pembangunan infrastruktur kelistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, dimana pada saat itu, perusahaan perusahaan asal Belanda mendirikan pembangkit listrik untuk memenuhi kebutuhan operasional mereka. Sejak itu, ekspansi demi ekspansi dilakukan ke seluruh bagian nusantara. Setelah melewati beberapa kali pergantian tangan dari pemerintahan Belanda dan pemerintahan Jepang, akhirnya saat ini infrastruktur kelistrikan yang ada di Indonesia dikelola oleh perusahaan yang kini dikenal dengan nama Perusahaan Listrik Negara ( PLN ). Setelah memiliki sejarah selama lebih dari 100 tahun, bagaimana kondisi kelistrikan indonesia saat ini ?
Berdasarkan data dari RUPTL PLN 2017-2026 dan Handbook Kementrian ESDM 2016, saat ini kapasitas pembangkit di Indonesia adalah 52 Gigawatt dengan jaringan transmisi lebih dari 44000 kms. Sayangnya, hampir 70% dari kapasitas tersebut terpusat pada Pulau Jawa dan Pulau Bali. Infrastruktur kelistrikan pada kedua pulau tersebut pun sampai saat ini masih terus tumbuh sebanding dengan naiknya konsumsi listrik masyarakat. Walau demikian, masih banyak wilayah pada Pulau Jawa dan Bali yang terisolasi secara geografis sehingga tidak mendapatkan akses listrik seperti Kampung Lio di Kabupaten Sukabumi dan beberapa pulau berpenghuni di Kepulauan Seribu.
Berbeda halnya pada Pulau Sumatera , pertumbuhan kapasitas pembangkit dan transmisi listriknya masih jauh dari memadai apabila dibandingkan dengan laju pertumbuhan konsumsi listrik masyarakatnya. Hal ini menyebabkan terjadinya krisis energi di banyak daerah terutama pada daerah Sumatera Utara dan berujung pada terhambatnya pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Sebagai penanganan jangka pendek, PLN menyewa mobile power plant ( pembangkit listrik bergerak ) untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah daerah tersebut. Sampai saat ini, sudah sangat banyak pengembangan yang sedang dikerjakan mulai dari pembangunan pembangkit pembangkit tenaga uap dan jaringan transmisi yang nantinya akan menghubungkan Sumatera Utara dengan Sumatera Selatan. Sayangnya, solusi tersebut tidak menjawab permasalahan akses listrik untuk daerah daerah yang tidak terjangkau oleh jaringan listrik nasional.
Krisis energi yang lebih parah terjadi pada daerah Indonesia timur seperti Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua. Pada dasarnya, penyebab krisis tersebut adalah adanya hambatan dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan baik karena segi teknis maupun karena isu sosial dan hukum, sehingga, pertumbuhan kapasitas pembangkit tidak bisa mengikuti tingginya pertumbuhan konsumsi listrik pada daerah tersebut. Tentunya hal ini menunjukkan bahwa membangun pembangkit dengan kapasitas besar seperti pembangkit listrik tenaga panas bumi atau tenaga batu bara tidak selalu merupakan solusi yang paling baik. Kasus yang sama berlaku pula pada daerah daerah yang infrastruktur ketenagalistrikan tidak memadai di Pulau Sumatera, Pulau Jawa, dan Pulau Bali. Masih banyak solusi solusi lain yang akan menyelesaikan masalah masalah yang ada lebih cepat dan lebih murah. Salah satunya adalah dengan melakukan implementasi sekelompok pembangkit listrik skala kecil dan beban yang terdistribusi bernama Microgrid ( jaringan listrik miniatur ).
Skema microgrid seperti pada ilustrasi diatas cocok untuk memberikan akses listrik kepada beberapa rumah atau desa yang sulit dijangkau oleh jaringan transmisi listrik konvensional. Adanya pembangkit pembangkit skala kecil yang tersebar diantara desa desa tersebut memungkinkan untuk saling berbagi energi ketika salah satu pembangkit di salah satu desa yang tergabung dalam microgrid gagal beroperasi. Selain itu, dengan dekatnya pembangkit listrik dengan bebannya, maka kualitas dan keandalan listrik yang akan diperoleh pun akan lebih baik. Miniatur jaringan seperti skema diatas tidak selalu harus terhubung dengan jaringan listrik nasional dan bisa bekerja sendiri selama jaringan miniatur tersebut mendapatkan akses pada energi baik dari PLTS ( Pembangkit listrik tenaga Surya ), PLTD ( Pembangkit Listrik Tenaga Diesel ), PLTB ( Pembangkit Listrik Tenaga Bayu ), atau PLTMH ( Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro). Hal ini menyebabkan penggunaan microgrid menjadi salah satu skema faforit untuk memberikan akses listrik pada pulau pulau berpenghuni dan wilayah wilayah terluar yang belum terjangkau oleh jaringan listrik nasional.
Pada kasus ketika infrastruktur jaringan nasional sudah dapat masuk ke daerah terisolir yang sudah memiliki jaringan miniaturnya sendiri, microgrid akan berfungsi untuk meningkatkan keandalan dan kualitas listrik yang masuk. Dengan begitu, saat ada gangguan stabilitas pada jaringan listrik nasional, microgrid dapat dengan cepat mengisolasi diri mereka sendiri. Kemampuan jaringan miniatur tersebut untuk bisa berdiri sendiri meminimalisir kerugian yang dapat terjadi ketika masyarakat di daerah tersebut tidak mendapatkan akses listrik. Microgrid juga cocok diimplementasikan pada daerah daerah yang sudah dialiri listrik, tetapi dengan skema 12 jam dan skema 6 jam. Dengan memanfaatkan sumber sumber energi baru dan terbarukan yang tersedia, keamanan energi pada daerah tersebut dapat ditingkatkan dan kekuatan ekonomi masyarakat yang bersangkutan akan naik secara cepat dan signifikan.
Tentunya melakukan implementasi jaringan miniatur terdistribusi yang baik di Indonesia tidaklah mudah. Teknologi ini memiliki ketergantungan pada sistem informasi, sistem kendali, dan optimisasi jaringan yang sampai saat ini masih menjadi pembahasan di institusi dan industri seluruh dunia. Sampai saat ini, Indonesia masih dalam proses riset untuk bisa melakukan implementasi teknologi tersebut pada daerah daerah dengan infrastruktur yang belum memadai. Beberapa institusi dan industri nasional sudah banyak bekerja sama dan telah sampai pada tahap purwarupa laboratorium. Harapannya, dalam 1 atau 2 tahun kedepan, penerapan pertama dari solusi ini akan bisa terealisasikan.
Sumber :
Outlook Energi Indonesia 2016 oleh BPPT
Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2016 oleh Kementrian
ESDM RUPTL PLN 2017-2026 oleh PLN
http://bumn.go.id/pln/halaman/41/ten...erusahaan.html ( diakses pada tanggal 18-8-2017 pukul 10.00 )
http://spectrum.ieee.org/energy/rene...the-power-grid ( diakses pada tanggal 18-8-2017 pukul 09.00 )