Teringat
obrolan dengan teman tadi saat makan jambu biji bareng, kata temanku
ada salah satu temannya melarangnya untuk memakan biji jambunya karena
bisa menjadi penyakit.
Nah, dari sini aku jadi tertarik untuk membahas pernyataan teman tersebut, bahwa saat kita memakan jambu biji, bijinya jangan ikut dimakan, karena bisa menyebabkan penyakit. Penyakit seperti apa? Katanya penyakit seperti usus buntu, itu seringnya katanya. Sebabnya ketika kita memakan jambu biji maka biji jambu tersebut tidak akan hancur dan ditakutkan ketika di dalam usus ia tidak langsung menuju pencernaan tapi singgah di usus buntu dan membusuk di sana sehingga menjadi penyakit usus buntu.
Lucu. Itu tanggapanku saat mendengar cerita temanku itu, jadi kalau kita makan jambu biji kita harus memakannya daging kulitnya saja, sedangkan bijinya dibuang gitu kan maksudnya. (ribet amat). Kalau jambunya besar kayak jambu Bangkok, mending daging buahnya banyak karena tebal, masalahnya kalau kita disuguhi atau pengen makan jambu biji tapi adanya hanya jambu biji jenis jambu kerikil yang kecil-kecil tapi sudah matang itu gimana? Berapa banyak yang akan kita makan… (gak jadi makan jambu deh…).
Jalan keluar yang paling mendekati untuk bisa memakannya lebih banyak adalah dengan kita memblender jambu tersebut, kemudian kita saring baru kemudian kita makan tuh saringan blender jambunya setelah memisahkan dari bijinya, katanya itu lebih selamat.
Sekarang mari kita jawab pernyataan-pernyataan di atas, dengan logika saja, karena memang saya tidak punya kompetensi dalam hal ilmu kesehatan/kedokteran (maaf ya…)
Pertama, jambu itu salah satu dari sekian buah yang diciptakan Allah subhanahu wata’ala kepada kita, untuk kita manfaatkan, bahkan menurut penelitian justru menyehatkan bukan menyebabkan penyakit . Seperti kita tahu, jambu biji ya seperti itu, banyak bijinya, kalau tidak ada bijinya berarti bukan jambu biji kan? Jambu air saja ada bijinya, bukan begitu? Akan tetapi karena biji pada jambu air itu lebih besar dan bisa dipisahkan dari dagingnya maka tidak begitu masalah, berbeda dengan jambu biji yang kalau kita perhatikan malah justru pada bijinya itu yang paling enak dan paling manis (nah lhoo..), gak usah makan jambu biji deh daripada kebanyakan mikir yang jelek-jelek tentang jambu biji. Mudah kan?
Kedua, dengan memblender biji jambu akan terpisah dari dagingnya sehingga kita bisa memakan jambu biji tanpa bijinya.
Iya juga sih… tapi ribet amat sih, mau makan jambu biji saja harus dengan diblender dulu, disaring, baru diminum. Sesekali boleh sih, buat variasi makan saja biar tidak monoton dalam makan jambu biji. Tapi.. perhatiin deh, ketika kita memblender jambu biji, bukankah biji jambu itu tidak terpecah/hancur walaupun diblender? Alasan inilah yang menjadikan mereka punya ide memisahkan antara daging jambu dengan bijinya dalam mengkonsumsinya.
Berarti sumber masalahnya ketemu kan, yaitu biji jambunya.
Padahal kalau kita perhatikan, yang punya biji kan bukan cuma jambu saja, hampir semua buah mempunyai biji/terdapat biji di tengah buahnya, misalnya buah apa coba? Tebak sendiri deh… aku tahu kamu bisa menjawabnya, hehe..
Hanya saja, ketika biji kita jadikan sumber masalah dan dikatakan sebagai sumber penyakit, seharusnya bukan cuma jambu biji saja dong, sebutlah misalnya buah berbiji yang sering kita blender, seperti tomat dan strawberry, atau cabe yang sering kita masak sebagai perasa pedas. Sekali lagi, perhatikan baik-baik, apakah biji tomat atau biji strawberry tersebut hancur ketika diblender atau biji cabai itu hancur ketika di ulek ( diulek duh, bahasa yang tepat apaan ya? ).
Katakanlah, seperti yang teman katakan itu, bahwa biji jambu yang ikut kemakan itulah yang bisa menjadi penyebab penyakit usus buntu. Kalau begitu jangan hanya biji jambu saja dong, biji tomat juga tidak hancur begitu pula biji strawberry setelah diblender juga tidak hancur, mungkin saja kan ia mampir di usus buntu dan mengendap di sana sampai membusuk akhirnya menjadi penyakit?
Apa yang dapat kita petik dari cerita di atas?
Tidak lain adalah agar kita tidak su’uzhan (berprasangka buruk) dengan ciptaan Allah yang ada di sekitar kita, apakah itu makhluk yang hidup maupun yang tidak hidup, karena dengan kita su’uzhan, maka hanya ketakutan-ketakutan yang mengikuti kita, jangan-jangan begini, jangan-jangan menyebabkan ini, dan seterusnya, malah susah sendiri kan?
Lain halnya ketika kita husnuzhan (berprasangkan baik) dengan apa-apa yang ada di sekitar kita, misalnya kita makan jambu biji ternyata bijinya banyak banget, dengan kita husnuzhan dengan jambu itu karena itu adalah salah satu ciptaan Allah yang tentunya terdapat manfaat darinya bagi tubuh kita, maka kita tidak takut memakan bijinya, toh seperti kita memakan tomat, strawberry dan juga buah lainnya juga kita baik-baik saja dengan seizin Allah tentunya. Penyakit itu sudah ditakdirkan, terkadang justru sakit itu karena kita terlalu su’uzhan dengan sesuatu sehingaa karena kasih sayang Allah kepada kita maka kita diuji dengan sakit tersebut, apakah kita bisa sadar atau justru semakin mengeluh.
Terakhir, jangan pernah su’uzhan dengan ciptaan Allah apakah itu makanan, manusia ataupun jenis ciptaan yang lainnya karena hanya membuat hati kita sakit, pikiran tidak tenang karena senantiasa dilanda ketakutan, gelisah dan seterusnya. Mari kita senantiasa husnuzhan dengan segala ciptaan Allah, maka perasaan kita akan lebih tenang karena semua yang terjadi sudah merupakan kehendak-Nya, yang kita tidak dapat menjadwalkan terjadinya, dan hidup kita akan semakin nyaman, karena semua telah diserahkan kepada Allah.
Nah, dari sini aku jadi tertarik untuk membahas pernyataan teman tersebut, bahwa saat kita memakan jambu biji, bijinya jangan ikut dimakan, karena bisa menyebabkan penyakit. Penyakit seperti apa? Katanya penyakit seperti usus buntu, itu seringnya katanya. Sebabnya ketika kita memakan jambu biji maka biji jambu tersebut tidak akan hancur dan ditakutkan ketika di dalam usus ia tidak langsung menuju pencernaan tapi singgah di usus buntu dan membusuk di sana sehingga menjadi penyakit usus buntu.
Lucu. Itu tanggapanku saat mendengar cerita temanku itu, jadi kalau kita makan jambu biji kita harus memakannya daging kulitnya saja, sedangkan bijinya dibuang gitu kan maksudnya. (ribet amat). Kalau jambunya besar kayak jambu Bangkok, mending daging buahnya banyak karena tebal, masalahnya kalau kita disuguhi atau pengen makan jambu biji tapi adanya hanya jambu biji jenis jambu kerikil yang kecil-kecil tapi sudah matang itu gimana? Berapa banyak yang akan kita makan… (gak jadi makan jambu deh…).
Jalan keluar yang paling mendekati untuk bisa memakannya lebih banyak adalah dengan kita memblender jambu tersebut, kemudian kita saring baru kemudian kita makan tuh saringan blender jambunya setelah memisahkan dari bijinya, katanya itu lebih selamat.
Sekarang mari kita jawab pernyataan-pernyataan di atas, dengan logika saja, karena memang saya tidak punya kompetensi dalam hal ilmu kesehatan/kedokteran (maaf ya…)
Pertama, jambu itu salah satu dari sekian buah yang diciptakan Allah subhanahu wata’ala kepada kita, untuk kita manfaatkan, bahkan menurut penelitian justru menyehatkan bukan menyebabkan penyakit . Seperti kita tahu, jambu biji ya seperti itu, banyak bijinya, kalau tidak ada bijinya berarti bukan jambu biji kan? Jambu air saja ada bijinya, bukan begitu? Akan tetapi karena biji pada jambu air itu lebih besar dan bisa dipisahkan dari dagingnya maka tidak begitu masalah, berbeda dengan jambu biji yang kalau kita perhatikan malah justru pada bijinya itu yang paling enak dan paling manis (nah lhoo..), gak usah makan jambu biji deh daripada kebanyakan mikir yang jelek-jelek tentang jambu biji. Mudah kan?
Kedua, dengan memblender biji jambu akan terpisah dari dagingnya sehingga kita bisa memakan jambu biji tanpa bijinya.
Iya juga sih… tapi ribet amat sih, mau makan jambu biji saja harus dengan diblender dulu, disaring, baru diminum. Sesekali boleh sih, buat variasi makan saja biar tidak monoton dalam makan jambu biji. Tapi.. perhatiin deh, ketika kita memblender jambu biji, bukankah biji jambu itu tidak terpecah/hancur walaupun diblender? Alasan inilah yang menjadikan mereka punya ide memisahkan antara daging jambu dengan bijinya dalam mengkonsumsinya.
Berarti sumber masalahnya ketemu kan, yaitu biji jambunya.
Padahal kalau kita perhatikan, yang punya biji kan bukan cuma jambu saja, hampir semua buah mempunyai biji/terdapat biji di tengah buahnya, misalnya buah apa coba? Tebak sendiri deh… aku tahu kamu bisa menjawabnya, hehe..
Hanya saja, ketika biji kita jadikan sumber masalah dan dikatakan sebagai sumber penyakit, seharusnya bukan cuma jambu biji saja dong, sebutlah misalnya buah berbiji yang sering kita blender, seperti tomat dan strawberry, atau cabe yang sering kita masak sebagai perasa pedas. Sekali lagi, perhatikan baik-baik, apakah biji tomat atau biji strawberry tersebut hancur ketika diblender atau biji cabai itu hancur ketika di ulek ( diulek duh, bahasa yang tepat apaan ya? ).
Katakanlah, seperti yang teman katakan itu, bahwa biji jambu yang ikut kemakan itulah yang bisa menjadi penyebab penyakit usus buntu. Kalau begitu jangan hanya biji jambu saja dong, biji tomat juga tidak hancur begitu pula biji strawberry setelah diblender juga tidak hancur, mungkin saja kan ia mampir di usus buntu dan mengendap di sana sampai membusuk akhirnya menjadi penyakit?
Apa yang dapat kita petik dari cerita di atas?
Tidak lain adalah agar kita tidak su’uzhan (berprasangka buruk) dengan ciptaan Allah yang ada di sekitar kita, apakah itu makhluk yang hidup maupun yang tidak hidup, karena dengan kita su’uzhan, maka hanya ketakutan-ketakutan yang mengikuti kita, jangan-jangan begini, jangan-jangan menyebabkan ini, dan seterusnya, malah susah sendiri kan?
Lain halnya ketika kita husnuzhan (berprasangkan baik) dengan apa-apa yang ada di sekitar kita, misalnya kita makan jambu biji ternyata bijinya banyak banget, dengan kita husnuzhan dengan jambu itu karena itu adalah salah satu ciptaan Allah yang tentunya terdapat manfaat darinya bagi tubuh kita, maka kita tidak takut memakan bijinya, toh seperti kita memakan tomat, strawberry dan juga buah lainnya juga kita baik-baik saja dengan seizin Allah tentunya. Penyakit itu sudah ditakdirkan, terkadang justru sakit itu karena kita terlalu su’uzhan dengan sesuatu sehingaa karena kasih sayang Allah kepada kita maka kita diuji dengan sakit tersebut, apakah kita bisa sadar atau justru semakin mengeluh.
Terakhir, jangan pernah su’uzhan dengan ciptaan Allah apakah itu makanan, manusia ataupun jenis ciptaan yang lainnya karena hanya membuat hati kita sakit, pikiran tidak tenang karena senantiasa dilanda ketakutan, gelisah dan seterusnya. Mari kita senantiasa husnuzhan dengan segala ciptaan Allah, maka perasaan kita akan lebih tenang karena semua yang terjadi sudah merupakan kehendak-Nya, yang kita tidak dapat menjadwalkan terjadinya, dan hidup kita akan semakin nyaman, karena semua telah diserahkan kepada Allah.