Dirinya
sungguh tak menyangka bakal sembuh dengan cara istimewa. Semula orang
laki-laki ini sehari-hari diliputi gelap karena kondisi matanya yang
sama sekali tak dapat melihat. Dalam kebutaan tersebut, hanya satu dalam
dirinya yang menyala sangat terang: semangat untuk sembahyang
berjamaah.
Kitab Kifayatul Atqiya’ wa Minhajul Ashfiya’ mengisahkan,
laki-laki buta itu biasa berjalan menuju masjid tanpa dipandu tongkat
selayaknya penyandang tunanetra pada umumnya. Jatuh cintanya yang amat
pada shalat jamaah telah meruntuhkan rasa khawatir akan celaka akibat
sikap pasrahnya itu.
Namun musibah tak bisa ditolak. Suatu hari laki-laki tersebut terjatuh di jalan hingga kepalanya terluka. Perjalanan menuju masjid gagal. Ia harus dibawa kembali ke rumah untuk istirahat.
Namun musibah tak bisa ditolak. Suatu hari laki-laki tersebut terjatuh di jalan hingga kepalanya terluka. Perjalanan menuju masjid gagal. Ia harus dibawa kembali ke rumah untuk istirahat.
Sudah
jatuh tertimpa tangga. Di rumah, laki-laki buta yang kini batok
kepalanya terluka itu malah mendapatkan “semprot” dari istrinya.
“Beginilah akibatnya. Padahal, shalat jamaah itu tidak wajib!” sergah istrinya.
“Meski
telah mengambil cahaya bola mataku, tapi Allah tetap memelihara cahaya
hatiku. Aku sanggup tidak absen dari shalat jamaah,” jawabnya.
Malam
harinya, tidur si lelaki buta terasa spesial. Rasulullah SAW
menjumpainya dalam mimpi. “Kenapa kau bertengkar dengan istrimu?” tanya
Nabi.
“Karena mengikuti sunnahmu, ya Rasulullah.”
Rasulullah
lantas mengusapkan tangannya di atas mata laki-laki itu. Seketika
penglihatan si buta pulih. Berkah tangan mulia Nabi dan sunnahnya
memancarkan keajaiban bagi cahaya matanya yang tertutup sekian lama.